Dunia ini ternyata begitu luas dengan keberanekaragaman adat & tradisinya yang begitu unik. Salah satunya adalah tradisi pendewasaan dimana seorang pria akan dikatakan dewasa jika telah melalui ritual tertentu. Saya sendiri mengalami fase itu dengan cara yang teramat biasa ditengah rutinitas kehidupan mahasiswa yang baru menginjakan kaki di kampus. No unic, no special. Namun, di salah satu daerah di negara tetangga, di bagian timur negara kita, memiliki tradisi yang sangat unik dalam proses pendewasaan anak-anak remaja mereka (pria). Di Papua Nugini, seorang pria layak disebut seorang pria (baca : dewasa), jika berhasil menangkap hiu dengan kemampuan mereka sendiri. Sementara, di Vanuatu, kita akan menyandang status pria, jika telah berhasil menaklukan 'Nagol' yaitu tradisi melompat dari atas menara kayu setinggi kurang lebih 28 meter. Unik dan luar biasa."Menjadi tua adalah suatu keharusan, tetapi menjadi dewasa adalah suatu pilihan." -anonim-
Tradisi itu merupakan warisan dari leluhur mereka. Dihikayatkan, awalnya Tuhan menciptakan manusia lalu menciptakan hiu. Hiu esensinya diciptakan untuk manusia. Ketika tiba saatnya (proses dewasa), maka hiu akan datang ke manusia untuk ditangkap. Dari mitos inilah, para leluhur yang ada di Tamim Papua Nugini memulai tradisi tangkap hiu sebagai prasyarat untuk mencapai kedewasaan.
Tangkap hiu sebagai usaha yang dilakukan untuk meraih status pria sejati, bagi pemuda-pemuda di Tamim bukanlah perkara mudah. Mereka harus menyiapkan semua sendiri. Mulai dari mencari pohon untuk keperluan pembuatan perahu, menebang pohonnya, merakit pirok (perahu kecil), dayungnya, dan juga membuat peralatan pemanggil hiu. Semua dilakukan dengan usaha sendiri. Setelah persiapan lengkap, mereka harus menjalankan ritual puasa sebelum turun ke samudera untuk mencari mangsa. Puasa disini adalah puasa makan juga puasa bersetubuh dengan lawan jenis. Jika ritual sudah dijalankan, maka mereka siap mengadu keberuntungan di lautan lepas demi untuk mendapatkan predikat pria sejati alias dewasa.
Jika di Tamim, settingan tempatnya dilautan, beda halnya dengan di Vanuatu, yakni di bukit. Proses pendewasaan adalah diatas menara kayu setinggi 28-30 meter yang dirakit tangan. Nagol, sebutannya. Melompat dari atas menara dengan kaki terikat tanaman rambat sejenis rotan. Olahraga bungee jumping sebenarnya terinspirasi dari tradisi nagol ini. Menurut cerita orang tua, dulu (entah kapan) ada sepasang muda mudi yang jatuh cinta. Suatu ketika, dengan alasan yang jelas si pemuda meminta untuk putus. Pemuda itu pun melarikan diri ke hutan. Si wanita tidak terima dan pergi mencari si pemuda yang tidak jelas ini. Singkat cerita, dia menemukannya di sebuah gubuk dipinggir bukit. Si pemuda yang melihat wanita ini kaget, lalu berupaya untuk melarikan diri kembali. Naas, dia berlari ke arah jurang di pinggir bukit. Ia pun terjatuh. Nasibnya, mungkin mati atau setengah mati. Si wanita tadi ternyata juga tidak terlalu cerdas. Dia ikut berlari mengejar pria yang kunon sangat dicintainya itu. Ia pun bernasib sama dengan si pemuda. Tapi, takdir berkata lain, ia akhirnya selamat dikarenakan akar pohon yang tersangkut di kakinya. Demi merayakan keselamatan wanita, warga desa berinisiatif untuk mengadayakan peringatan, yang dikemudian hari dikenal dengan nama Nagol ini tadi. Awalnya, konsep nagol diikuti oleh peserta wanita sebagai simbolis wanita yang selamat tadi. Tapi karna wanita dianggap tabu untuk melakukan kegiatan lompat-terjun (bahaya), akhirnya dengan jiwa besar, pria harus menanggung hal tersebut. puuuhh..
Prosesi Nagol, diawali dengan pencarian lokasi berdirinya menara oleh para tetua (seniora). Dilanjutkan dengan pencarian material berupa batang kayu yang kokoh sebagai tiang menara. Saya rasa, orang orang Fanuatu adalah orang-orang yang cerdas. Meski mereka tidak ada yang kuliah di teknik arsitektur, mereka mampu membuat menara dengan konstruksi yang begitu kuat, hanya dengan bahan yang sangat simpel berupa batang kayu dan juga rotan sebagai pengikat. Padahal menara ini tingginya bisa mencapai 30 meter, dan peserta yang akan menaiki menara bisa mencapai belasan pria dewasa dan puluhan remaja. Luar biasa. Selain itu mereka dengan akurat menentukan panjang tali yang mereka gunakan pada saat meloncat. Bayangkan, saat mereka terjun, kepala mereka dengan tanah hanya beberapa centimeter jaraknya. Salah perhitungan sedikit, kepala mereka bisa hancur menghantam tanah saat melompat. Amazing.
Saat hari H, diawali oleh sambutan pria terpilih, mereka menyebutnya pahlawan karna selain membuka acara, pria inilah yang menutup acara Nagol dengan melompat dari puncak paling tinggi menara. Setelah sambutan, acara dilanjutakn dengan tarian-tarian dari wanita desa yang sudah menyiapkan diri dari beberapa minggu sebelumnya. Nagol pun dimulai setelah itu. Banyak anak-anak yang berhasil melompat. Namun, tidak sedikit pula yang mengundurkan niatnya karena ciut melihat ketinggian. Tapi, puluhan tahun tradisi ini dilakukan, tidak pernah ada seorang pun mati gara-gara melakukan nagol.
seorang pria yang melakukan 'nagol' source (here) |
Bagaimana dengan saya? Sudah kubilang, proses saya begitu biasa. Meskipun sampai saat ini, merasa masih belum dewasa. Karna dewasa dalam prespekif saya, adalah matang secara fisik, sikap, juga kepribadian. How about you?
*tulisan diketik setelah menonton acara tv 'becoming a man' disalah satu tv swasta